
Menteri
Perumahan Rakyat Djan Faridz mengatakan, kebutuhan rumah layak huni di
Papua dan Papua Barat saat ini masih cukup besar sehingga pengembang
diharapkan dapat memperhatikan dan memberikan solusi terkait hal
tersebut. Berdasarkan data Kemenpera, angka kekurangan rumah di Papua
dan Papua Barat berjumlah masing-masing 51.262 unit dan 88.966 unit.
"Tentunya
kebutuhan rumah layak huni di dua daerah tersebut sangat besar," kata
Menpera Djan Faridz dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (30/1/2013).
Menpera
memaparkan, kebutuhan rumah di provinsi paling timur Indonesia tersebut
tersebar di enam wilayah, yakni Kota Sorong, Kota Jayapura, Kabupaten
Manokwari, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Puncak
Jaya. Dua daerah terakhir tersebut berada di daerah dataran tinggi dan
pegunungan.
Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat di
Papua dan Papua Barat, lanjut Menpera, para pengembang diharapkan bisa
ikut membangun rumah yang dapat dijual kepada masyarakat dengan kriteria
tertentu.
"Dalam hal ini, Kemenpera juga akan memberikan bantuan
kredit ringan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
yang disalurkan kepada masyarakat melalui perbankan sehingga cicilan
setiap bulan relatif lebih rendah dari yang seharusnya," katanya.
Ia
juga menuturkan, pola pasokan rumah tersebut hanya dapat dilakukan jika
ada calon konsumen dan pengembang yang mau dan mampu membangun serta
menjual rumah sederhana dengan bantuan FLPP di Papua dan Papua Barat
dengan harga jual paling tinggi Rp 145 juta per unit, serta terdapat
bank penyalur KPR di kabupaten/ kota setempat. Sementara itu, Kepala
Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
(UP4B) Bambang Darmono mengungkapkan, pemerintah terus berupaya
meningkatkan koordinasi guna mempercepat pembangunan serta peningkatan
kesejahteraan rakyat di dua daerah tersebut.
"Kami berharap dengan
koordinasi program yang baik antar kementerian/ lembaga serta instansi
terkait dan pemda setempat, program pembangunan di Papua dan Papua Barat
bisa terlaksana dengan baik," katanya.
Sebelumnya, para
pengembang yang tergabung dalam Real Estat Indonesia (REI) mengeluhkan
kepada Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengenai masalah perizinan
yang menambah beban biaya pembangunan.
"Masih ada biaya resmi dan
biaya tidak resmi yang perbedaannya bisa mencapai 1.000 persen. Jadi,
bila resminya hanya Rp 300 ribu tetapi bisa menjadi Rp 2,5 juta hingga
Rp 3 juta," kata Ketua Umum REI Setyo Maharso dalam Rapat Kerja Nasional
REI yang digelar di Bandung, Kamis (17/1/2013) lalu.
REI juga
mempermasalahkan mengenai pungutan liar dan "dana siluman" yang kerap
terjadi di berbagai tempat dengan alasan klasik antara lain untuk
menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah). Selain itu, kinerja birokrat yang
masih bekerja dengan kecenderungan semangat "kalau bisa dipersulit
untuk apa dipermudah" juga disorot karena dinilai akan mempersulit
masalah perizinan.
Sumber :
ANT
Editor :
Latief
dari : http://properti.kompas.com/read/2013/01/30/17555165/Papua.Masih.Butuh.Perumahan.Layak.Huni